Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Belum Ada Vaksin TBC yang Baru, Menkes Budi: Ini Masalah Komitmen untuk Berinovasi

29
×

Belum Ada Vaksin TBC yang Baru, Menkes Budi: Ini Masalah Komitmen untuk Berinovasi

Sebarkan artikel ini

Detik Tegal, Manila Menteri Kesehatan Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan dunia membutuhkan vaksin baru yang lebih baik untuk mengobati tuberkulosis (TB).

Kalau melihat penyakit menular lainnya, anggap saja sudah ada vaksin cacar. Kemudian, COVID-19 yang merupakan penyakit baru dengan cepat muncul sebagai vaksin untuk mengurangi keparahan infeksi virus SARS-CoV-2.

Budi yakin kehadiran vaksin baru bisa lebih efektif membantu menghilangkan penyakit TBC melalui infeksi bakteri Mycobacterium tuberkulosis (M.tb).

“Kita belajar dari penyakit cacar yang bisa diberantas karena vaksin. Ya, vaksin COVID-19 bisa selesai hanya dalam waktu 22 bulan,” kata Menteri Kesehatan Budi.

Jadi bingung kenapa kita tidak bisa punya vaksin TBC yang lebih baik. Tinggal bagaimana kita bisa berinovasi pada vaksin TBC, lanjut Budi dalam diskusi panel para menteri kesehatan pada Konferensi Regional Stop TB Association di Filipina. 14-15 Maret 2024.

Saat ini, satu-satunya vaksin TBC yang tersedia di negara ini adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) dengan perlindungan parsial terhadap TBC parah pada bayi dan anak kecil. Namun, vaksin ini tidak cukup untuk melindungi anak-anak dan orang dewasa dari TBC.

Budi juga berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia juga harus diakui sebagai faktor kunci dalam percepatan pemberantasan TBC.

“Kami yakin hal ini akan berkontribusi terhadap keberhasilan pemberantasan TBC,” kata Budi.

Besarnya peran kemitraan multisektor dalam mencapai eliminasi TBC menjadi penting dengan memberikan akses terhadap layanan. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi menekankan peran kemitraan multisektor dalam acara ini.

“Mulai dari pencegahan, promosi kesehatan, hingga penyediaan akses layanan, semuanya dilakukan dengan kerja sama multinegara, sehingga Indonesia telah banyak menghasilkan catatan baik dalam pemberantasan TBC dalam beberapa waktu terakhir,” kata Imran.

Hal ini merupakan salah satu bentuk kerja sama multisektor antara lembaga legislatif dan eksekutif di Indonesia. Dimana DPR RI bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengembangkan program edukasi khususnya TBC.

“Penjangkauan yang tepat sasaran juga penting, pada populasi yang rentan, seperti mereka yang berada di daerah terpencil, sudut kota, penjara, dan komunitas terpencil. “Kami mencoba menyebarkan pesan pencegahan dan pengobatan TBC secara efektif melalui kampanye organisasi lokal dan tokoh masyarakat. , kata Wakil Ketua Komisi 9 DPR Ri Melki Laka Lena dalam kesempatan itu.

Ketua Yayasan TB Society Indonesia Nurul Luntungan juga menegaskan, upaya mencapai tujuan pemberantasan TBC tidak hanya membutuhkan kerja kolaboratif. Kebutuhan akan investasi berkelanjutan serta komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat di Indonesia sangatlah penting.

“Agar Indonesia dapat mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030, kita sangat perlu melanjutkan dan memperkuat implementasi Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021. Hal ini memerlukan kerja sama multisektor dan pendanaan yang memadai di tingkat global, nasional, dan subnasional,” ungkapnya. Nurul.

Salah satu dukungan finansial untuk memberantas TBC diberikan oleh Jepang.

“Penting bagi G20 untuk merencanakan dan berkolaborasi untuk mengakhiri TBC pada tahun 2030, di mana Jepang kini memberikan dukungan finansial dan teknis untuk mengakhiri TBC di kawasan Asia Tenggara,” kata Asisten Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Global, Jepang, Dr. Eiji Hinoshita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *