Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Hubungan Antara Orangtua dan Anak Kerap Terhambat, Psikolog Jelaskan 4 Pola Asuh

24
×

Hubungan Antara Orangtua dan Anak Kerap Terhambat, Psikolog Jelaskan 4 Pola Asuh

Sebarkan artikel ini

Detik Tegal, Jakarta – Hubungan orang tua dan anak, termasuk remaja, kerap menemui kendala. Menurut Direktur Pengembangan Ketahanan Pemuda BKKBN, Eddy Setiavan, permasalahan komunikasi seringkali disebabkan oleh perbedaan generasi.

Eddie dalam siaran persnya, Sabtu (16/3/2024), mengatakan, “Karena beda generasi, sering terjadi kendala komunikasi.”

Misalnya saja tantangan orang tua dalam membimbing remaja dalam pendidikan dan pendidikan seksual menjadi salah satu faktor yang berperan dalam membentuk kepribadian remaja.

Dikatakannya, Oleh karena itu, para orang tua yang memiliki anak remaja harus mempersiapkan diri dengan terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Agar bisa memperlakukan putra-putrinya, para ayah dan ibu harus mengetahui empat jenis pola asuh orang tua.

Menurut psikolog Johanna Rosalina Kaye, keempat tipe pola asuh tersebut adalah: otoritas (kehangatan, daya tanggap, kontrol, ketegasan tinggi); ).

Joanna mengatakan, keteladanan orang tua yang salah dapat membentuk kepribadian negatif pada anak.

Mari belajar menjadi orang tua yang berwibawa, itulah pola asuh kita terhadap anak kita. “Demokratisasi dengan mengajak anak berdiskusi, mendengarkan dan memberikan jawaban cepat.”

“Jangan menjadi orang tua yang lalai dan tidak peduli, apalagi otoriter karena berdampak negatif dan merugikan anak, kemudian anak menjadi pendendam,” jelas Joanna.

Joanna melanjutkan, Pada dasarnya prinsip menjadikan remaja bertanggung jawab adalah: mengajarkan konsep diri yang positif, bagaimana bertanggung jawab, membantu remaja mandiri menyelesaikan masalahnya sendiri, dan dengan tenang menetralisir pertengkaran.

Joanna mengatakan: Cara orang tua berbicara kepada anaknya menjadi suara hati anak. Misalnya, ketika orang tua berbicara dengan lantang, dalam benaknya anak merasa bahwa dirinya tidak berharga karena orang tua hanya marah dan tidak puas dengan prestasi anaknya. Selain itu, konsep diri ini membentuk anak yang rendah hati, penakut, penakut, dan minder.

Sebaliknya jika orang tua memberikan dukungan kepada anaknya dan memberikan afirmasi positif terhadap prestasi anaknya, maka hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada diri anak dan hal ini akan mempengaruhi prestasi anak di masa depan.

Hambatan komunikasi dari orang tua dapat terjadi karena: kritik yang berlebihan melalui perbandingan antar anak.

Melengkapi tampilan dari sisi remaja memang tepat. Valerie Kezia, S.Farm menyampaikan pendapatnya.

“Saat remaja ingin memberi tahu orang tuanya, seringkali mereka mengabaikannya,” ujarnya dalam pernyataan yang sama.

Permasalahan lainnya adalah kekerasan verbal, fisik dan psikis.

Kezia sering mengeluh pada teman-temannya karena lemahnya ikatan emosional antara teman dan orang tuanya.

Mereka serumah, tapi komunikasi kurang baik. Kezia mengatakan, karena orang tua sibuk dengan pekerjaan, terjadi penelantaran, banyak emosi yang tertumpah dan berujung pada miskomunikasi.

Menurutnya, bagi orang tua, yang dibutuhkan anak adalah merasa didengarkan tanpa dihakimi.

“Generasi saya, khususnya Milenial dan Generasi Z, punya cara berkomunikasi yang berbeda-beda. Kita tidak bisa diperlakukan sama seperti orang tua kita memperlakukan orang tuanya. Kadang orang tua mewariskan luka masa kecil kepada anaknya tanpa kita sadari,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya, remaja juga harus diberikan ruang yang aman dan nyaman, serta memahami bahwa jika mereka berbeda pendapat dengan orang tuanya, maka mereka harus memvalidasi perasaannya dan orang tua harus menjaga privasi anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *